Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah segala puji hanya kepada Alloh Yang Maha Agung dan hanya kepadaNya kita semua memohon petunjuk dan pertolongan. Dan di”tanganNya” semua hukum ditegakkan, Dia Yang Maha Adil dan Maha Mengatur, melalui Nabi Dan Rosulnya semua hukum dan aturan diajarkan, agar kita hambaNya tidak tersesat dan dapat selamat dari murkaNya saat kembali kepangkuanNya.
Tak lupa semoga Sholawat dan Salam tetap disampaikan kepada junjungan kita Muhammad Rosululloh saw. Dan Syafaat beliau teruntuk shohabat, para pengikut setia beliau hingga kita dan umat akhir jaman.
Dalam penciptaan alam ini dan seisinya sudah barang tentu dibarengi dengan aturannya, karena sesuatu diadakan harus ada aturannya termasuk bumi dan para penghuninya.
Aturan yang mengatur kejadian dan terjadi suatu dinamai dengan hukum alam dalam hal ini adalah “sunatulloh”
Sedangkan aturan yang mengatur khusus kepada manusia adalah Kitabulloh dan Sunaturrosululloh.
Sebagaimana kita pahami dan setiap manusia juga pasti paham dan yakin betul bahwa segala “sesuatu itu ada” pasti ada yang “mengadakan”, misalkan saja baju yang kita pakai, asalnya kan tidak ada baju yang ada adalah bahan/kain, kain pun demikian-asalnya tidak ada kain, yang ada adalah kapas atau bahan sejenis untuk membuat kain, demikian seterusnya hingga pada suatu saat akan berujung dan berhenti pada sesuatu.
Jadi, kita akan secara sadar mengakui dan meyakini bahwa sesuatu itu ada “harus” ada yang mengadakan (wajib akal) dan secara kebalikannya “mustahil” sesuatu itu ada dengan sedirinya tanpa ada yang mengadakan (mustahil akal), ini yang disebut akal.
Pola tersebut selanjutnya dijadikan dasar berpikirnya otak dalam memahami sesuatu maka disebut “hukum akal”.
Sebagai bahan renungan dan kajian bagi diri kita masing, apa yang selama ini kita jalankan dan pikirkan, ada kesesuaian atau tidak.
Setelah kita mengetahui apa itu “hukum akal”, kini kita bahas apa itu “hukum adat”.
Kita sering mendengar kata “...berdasarkan adat jawa....”, atau “....kita selesaikan secara adat....” dan perkataan lain yang disandarkan pada kata “adat”. Adat artinya adalah “sering terjadinya”, maka hukum adat adalah hukum terhadap penetapan suatu perkara atau peniadaan suatu perkara karena sering terjadinya.
Contoh yang berkaitan dengan adat : Api dapat membakar, hal ini karena sering terjadinya bahwa api bisa membakar sesuatu, tapi adakalanya api tidak dapat/bisa atau membakar sesuatu. Atau kaitan antara makan dan kenyang, sebab makan kita kenyang atau tidak makan kita lapar, atau antara kantuk dan tidur. Hal ini karena antara sebab sering berakibat pada musabab.
Kejadian yang sangat luar biasa tentang api yang tidak sesuai adat adalah kejadian saat pembakaran Nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam.
Atau kejadian tentang makan pada orang sakit. Berhari-hari saya pernah saksikan orang tanpa makan, bahkan hampir sebulan hanya dengan infus tetap hidup, bayangkan kalo orang tersebut dalam kondisi normal, seminggu saja hidup dengan infus mampukah ?
Yang ketiga adalah Hukum Syara, yaitu segala tentuan atau aturan yang bersumber pada hukum Alloh dan Rasul-Nya
Billahit Taufiq Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah segala puji hanya kepada Alloh Yang Maha Agung dan hanya kepadaNya kita semua memohon petunjuk dan pertolongan. Dan di”tanganNya” semua hukum ditegakkan. Sholawat dan Salam tetap disampaikan kepada junjungan kita Muhammad Rosululloh saw.
Setelah kita bahas “Sumber Hukum” dan “Landasan Hukum”, sekarang kita bahas obyek hukum dan atau pelaku hukum yaitu manusia, karena tanpa hukum seperti yang telah dibahas dimuka maka manusia akan seperti binatang.
Pemahaman seseorang terhadap hukum-hukum tersebut dimuka, antara satu orang dengan orang yang lain akan sangat berbeda, hal ini tergantung pada tingkat pengenalan seseorang terhadap hukum tersebut baik secara teori maupun aplikasi.
Ada 4(empat) tingkatan pemahaman seseorang terhadap hukum-hukum tersebut yaitu 1. Makrifat : yaitu mengetahui secara yakin dan sesuai dengan kenyataan serta berdasarkan dalil.
2. Taqlid hasan : yaitu meyakinkan ucapan orang lain dan mengetahui dalilnya
3. Taqlid bathil : yaitu meyakinkan ucapan orang lain tanpa mengetahui dalilnya.
4. Jahil murokab : yaitu tidak meyakinkan ucapan orang lain dan tidak mengetahui dalilnya.
Hanya kita sendiri dan Alloh yang tahu masuk tingkatan mana kita berada.
Billahit Taufiq Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar